Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2019

Sebelum Menikah, Pikir Matang Dahulu

SEORANG pemuda dari luar kota sedang sowan ke Kiai Johar. Dia hendak meminta nasehat tentang niatnya menikah dengan salah seorang perempuan pujaan hatinya. "Saya mau kawin, Yai. Mau minta restu." "Berapa umurmu dan calon pasanganmu?" tanya Kiai. "Sampun 23 tahun. Calon istri saya 22 tahun, Yai." "Hmmm...," kiai mengangguk-angguk. Cukup lama kedua orang ini diam. Kiai terlihat berpikir agak lama. Si tamu terlihat sibuk menundukkan kepala. "Sudah mendengarkan lagunya Dariyah?" "Lagu apa, Kiai?" "Tarling." Melihat tamunya diam dalam kebingungan, Kiai masuk ke dalam rumah. Beberapa saat dia kembali menemui tamunya. Memberikan secarik kertas bertuliskan pegon: "Dipikir-pikir Dingin." "Sudah sana pulang," kata Kiai. Si tamu pun pamit pulang. Diciumnya tangan teduh Kiai dengan penuh khidmah. Dia senang bukan kepalang. Meski masih menyimpan kebingungan. Kok Kiai malah menyuruhny

Cita-cita Nabi Mengangkat Derajat Perempuan

DARI pinggiran sungai, seorang pria di Asia Kecil melihat air mengalir begitu derasnya. Air yang dia lihat tak pernah satu detik pun terhenti. Pria itu menjulurkan kakinya ke dalam sungai. Pria itu bernama Herakleitos, hidup sekira 2.500 tahun lalu. Sejak itu, Herakleitos mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada yang tetap. Semuanya mengalir. Semuanya berubah. Tak ada satu pun yang bisa menghindar dari perubahan. Bahkan dikatakan, tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan. Perubahan itu nyata. Semua mengamininya. Tapi kedatangannya tak pernah begitu saja. Apalagi jika perubahan itu mengubah struktur-struktur masyarakat yang telah mapan. Mendobrak sebuah tatanan yang berlangsung selama puluhan tahun, bahkan ratusan tahun lamanya, adalah langkah nekat (atau barangkali gila). Siapapun yang membawa perubahan itu akan melewati jalan terjal penuh onak. Nabi termasuk di dalamnya. Beliau menghadapi cobaan yang begitu berat untuk menyampaikan risalah perubahan. Seluruh

Perempuan Berhak Menentukan

AISYAH pernah bercerita tentang perempuan muda bernama Khansa binti Khidam Al-Anshoriyah. “Ayahku telah mengawinkan aku dengan anak saudaranya. Ia berharap dengan menikahi aku kelakuan buruknya bisa hilang. aku sendiri sebenarnya tidak menyukainya.” Kemudian Khansa dipersilahkan duduk untuk menunggu rasulullah datang. nah begitu rasul datang, Khansa pun bercerita akan hal itu. Kemudian Rasulullah SAW langsung memanggil ayahnya Khansa, dan menyuruh ayahnya untuk memberikan hak perjodohan itu pada anaknya (Khansa). Cerita tersebut aku temukan di bagian tengah halaman 175 buku Fiqh Perempuan yang ditulis begitu detail dan seperti kenyataan yang sering terjadi. Di situ menerangkan bahwa khansa hanya ingin menunjukkan pada perempuan lain, bahwa dia juga punya dan bahkan berhak memilih calon suami berdasarkan kehendaknya sendiri, walaupun khansa akan menuruti apa yang dikendaki ayahnya. Mungkin selama ini banyak pandangan jika ayah adalah penentu yang baik untuk kehidupan anakn

“ORA SARU” Ngobrol Seksualitas

BULAN juni lalu saya diundang sama komunitas Rumah Baca Saku di Losari untuk mengenalkan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan seksualitas. Tiba-tiba panitia mengontak saya bahwa ada beberapa orang ibu-ibu yang keberatan terkait diskusi dengan tema “Ngobrol seksulitas “Ora Saru”, karena takut masa anak-anak diajarakan yang tidak-tidak?terus itu saru loh? Nah loh, padahal tulisanya mengenalkan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas. Sarunya dimana? Namun akhirnya acara pun tetap berlangsung saat itu. Yang awalnya peserta tadinya 20 yang datang hanya 15. Sisanya hanya mengitip dari balik jendela, itupun ibu-ibu anak-anak yang ikut mengawasi dari belakang. Dalam hati saya ngregel (sedih), saya tidak marah. Saya sangat paham mengapa masyarakat takut dan menganggap saat membicarakan kesehatan reproduksi dan seksualitas saru atau tabu. Karena masyarakat kita belum mendapatkan informasi dan akses  pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi dengan benar.

Jangan Mau Menukarkan Romantisme Rumah Tangga Hanya untuk Hasrat

PERNIKAHAN adalah sebuah ikatan yang dijalin dari rasa kasih dan kepercayaan antara satu dengan yang lain untuk saling menghormati dan saling menjaga satu sama lain. Romantisme dalam sebuah rumah tangga sangat diharapkan bagi setiap pasangan, tapi semua akan menjadi serpihan nafsu ketika motif romantis ditukar dengan uang semata. Uang menjadi hal prioritas dari apapun. Romantisme tidak lagi menjadi pondasi kehangatan dalam rumah tangga ketika hasrat sudah menguasi. Belum lama ini dikabarkan ada 3 berita mengenai  threesome /menjual istrinya sendiri dan berhubungan bersama 2 orang lainnya.  Berita ini tak sengaja aku baca, pas muncul di home Instagramku dari tirto.id. Kasus pertama terjadi di Garut, Jawa Barat, dengan keterlibatan suami dan 2 laki-laki lainnya bersama satu perempuan yang merupakan istri dari salah satu ketiganya yang kemudian membuat vidio seks. Dan dijerat pasal UU ITE dengan hukuman maksimal 10 tahun penjara.  Kasus berikutnya terjadi di Surabaya yang di

Melek Seksualitas Membuat Aware dan Waspada dari Kekerasan Seksual

SAAT dulu saat masih di pesantren saya hampir tidak pernah melihat organ reproduksiku seperti payudara, vagina, klitoris. Jangankan  melihat membicarakannya saja kita hampir tidak pernah karena itu saru dan beberapa ustad bilang katanya nanti akan menghilangkan hafalan yang sedang kita hafalkan. Lalu pertanyaanya, bagaimana kalau kita sedang haid itu darah keluar dari mana?atau adik atau anak kita bertanya itu adik bayi keluar dari mana? Coba bayangkan anda 2-3 tahun laki hidupmu akan ditanya sama anakmu. Atau sekarang kamu sendiri binggung dengan kenapa ada darah yang keluar.seperti saya dulu saat smp menangis karena ada darah keluar dari saluran vagina. Saya selalu ketakutan setiap sudah tanggalnya belum keluar darah, saya takut hamil padahal saya tidak pernah berhubungan seksual. Hal ini apakah akan terus kita tutupi karena anggapan tabu dan saru.   Lalu mau mencari dimana,untuk menjelaskan itu semua. Anak-anak biasanya punya rasa ingin tahu yang besar. Merekapun bi

Penindasan Datang dari Pikiran yang Tidak Adil

JUJUR saya cukup ngantuk saat salah satu pegiat Sister in Islam (SIS) Malaysia membeberkan temuan-temuan mereka di lapangan, siang itu. Dia menjelaskan hasil riset kuantitatif terhadap perempuan-perempuan di Malaysia. Spesifik riset tentang apa saya juga lupa. Begitu banyak yang diutarakan tapi ada satu hal menarik yang membuatku terjaga. Beberapa jawaban responden dalam laporan membuatku berpikir lebih dalam. Sebuah pertanyaan survei diberikan kepada responden perempuan. Apakah Anda setuju dengan poligami? Dan tebak apa jawabannya. Mayoritas banyak yang menjawab mereka setuju poligami. Alasannya karena poligami adalah ajaran agama. Tapi saat subjek yang sama ditanya kembali, apakah setuju jika suami Anda sendiri yang berpoligami, kawin lagi? Jawaban mereka tidak setuju. Bagi saya ini aneh. Mereka setuju poligami tapi pada saat yang sama tidak setuju poligami kalau pelakunya suaminya. Pertanyaan lain ditujukan kepada perempuan yang bekerja sebagai profesional