Langsung ke konten utama

"Catcalling" yang Sering Disepelekan



Sebagai perempuan kita musti paham dengan pelecehan ataupun jenis dari kekerasan seksual, karena pengertian dari pelecehan dan kekerasan seksual itu berbeda. Pelecehan seksual adalah perilaku seksual yang merendahkan secara verbal maupun non-verbal terhadap penampilan orang lain seperti, siulan, main mata, ucapan yang menunjukkan pornografi, colekan atau sentuhan dibagian tubuh. 

Sedangkan kekerasan seksual adalah perilaku seksual yang merendahkan dan melakukan tindakan kasar terhadap fisik orang lain, artinya pelecehan seksual pun masuk ke dalam jenis kekerasan seksual, bukan hanya ini tapi, kotra seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, pemerkosaan, prostitusi paksa dan paksaan-paksaan lainnya. Dua pengertian itu aku dapatkan dari MaPPI-FHUI (Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia).

Kedua hal tersebut perlu kita pahami supaya ketika terjadi, kita tak hanya diam. Dari hal yang sering dianggap sepele sekali pun, seperti catcallingYa istilah ini sering dianggap sepele oleh banyak orang. Padahal penting untuk kita perhatikan dampaknya jika catcalling ini sering terjadi.

Awalnya aku tahu istilah catcalling itu dari seorang teman laki-laki yang bertanya mengenai bagaimana tanggapanku dengan perilaku catcalling.
Temanku bertanya, “kamu pernah dengar istilah catcalling? Lalu gimana tanggepanmu?”

Aku jawab “Hah, kucing telepon?”

Kemudian setelah aku search, ternyata istilah catcalling termasuk jenis pelecehan seksual yang tidak banyak orang sadari. Bahkan aku pun baru paham setelah search. Orang biasa menganggap ini hanya perbuatan iseng saja yang sering dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan.

Ada yang menganggap catcalling sebagai pujian atas penampilannya. Padahal tindakan ini bukanlah bentuk pujian, melainkan pelecehan verbal. Ekspresi dari catcalling biasanya ditunjukkan secara verbal yakni siulan, godaan, atau komentar terhadap penampilan seseorang. 

Jika yang non-verbal itu seperti lirikan atau tatapan mata yang menunjukkan dia sedang menilai penampilan seseorang. Hal ini tentu sangatlah membuat risih.

Ketika aku paham dengan istilah ini aku langsung teringat ketika SD saat itu aku sedang berlibur di rumah nenek yang tentu bukan kampung halamanku. Setiap aku melewati gang-gang ataupun jalan itu banyak laki-laki yang iseng menggoda, seperti “cuit-cuit nis, mau ke mana?" "Nis, kenalan dong.” 

Saat terjadi seperti itu aku hanya diam dan berlalu sambil melirik sinis. Dan responku ini malah ditertawakan.

Huh, itu sangat risih bagiku yang sedang berjalan dengan beberapa teman perempuanku di sana. Ketika aku bertanya pada temanku, “mengapa mereka seperti itu terhadapku? Dan terhadapmu tidak?” Kemudian teman perempuanku ini menjelaskan, “itu karena kamu dianggap orang baru di sini, Nis.”

Menurutku jika memang ingin menyapa ataupun berkenalan dengan orang yang tidak dikenal, tak usahlah dengan cara yang membuat orang tersebut terganggu. Tidak hanya itu aku juga melihat portal berita yang memberitakan kasus catcalling terhadap @Attheabella, alih-alih menegur perbuatan pelaku catcalling yang membuatnya risih malah dia mendapat perlakuan kasar di sekujur tubuhnya dari para pelaku, bahkan masyarakat sekitar yang melihat pun hanya diam.

Lalu bagaimana cara kita untuk menghentikan tindakan catcalling yang dianggap sepele, tapi sebenernya penting untuk diperhatikan. Yaitu dengan cara melapor ke pihak berwajib, ketika pihak berwajib pun mengabaikan laporan yang kita ajukan, maka satu-satunya jalan adalah mencari dukungan melalui sosial media yang kita punya.

Karena jangan salah, aku pernah baca ada kasus semacam itu pada seseorang yang melapor ke pihak berwajib lalu diabaikan, tapi ketika dia menuliskan apa yang terjadi di salah satu akun medianya, dia mendapat respon dari teman polisi yang telah mengabaikan laporannya. Kemudian polisi yang sudah mengabaikan laporannya langsung meminta maaf pada korban.

Kekerasan seksual akan rentan terjadi dari hal kecil yang disepelekan macam catcalling yang dianggap hanya iseng. Kita tidak boleh diam dan melumrahkan keisengan yang terjadi di Indonesia ini. Karena secara sadar masyarakat yang hanya diam ketika melihat kejadian ini berati dia sudah melumrahkan hal tersebut. 

Ini tidak bisa dibiarkan karena pasti akan berdampak negatif dan susah untuk dihentikan. Cara menyadarkannya ya itu tadi dimulai dari pahamnya diri kita sendiri tentang jenis pelecehan seksual dan kekerasan seksual.[]

Komentar

Terpopuler

Menstrual Taboo dan Budaya Berhijab

DALAM beberapa literatur Yahudi dijelaskan bahwa penggunaan kerudung berawal dari peristiwa “dosa asal” yaitu saat Hawa menggoda Adam untuk memetik buah khuldi, yang membuat mereka terusir dari surga. Akibatnya, dalam kitab Talmud disebutkan, Adam dan Hawa mendapatkan kutukan berupa sepuluh penderitaan. Salah satu kutukan itu terhadap perempuan adalah bahwa dia mengalami menstruasi. Karena itu, perempuan yang sedang menstruasi dianggap sedang dalam masa tabu dan darah menstruasinya dianggap sebagai darah tabu. Franz Steiner dan Evelyn Red, sebagaimana yang dikutip Alifathri Adlin mengatakan kata “tabu” berasal dari rumpun Polynesia. Kata “ ta ” berarti tanda atau simbol dan kata “ pu ” atau “ bu ” adalah keterangan tambahan yang menggambarkan kehebatan. Tabu lalu diartikan sebagai tanda yang sangat kuat. Sering juga disebut dengan “tidak bersih” ( unclean ) meski juga identik dengan kata “suci” ( holy ) dan “pamali” ( forbidden ). Sedangkan menurut Sigmund Freud, orang atau benda

4 Alasan Mengapa Korban Kekerasan Seksual Enggan Melapor

Seksualitas acap kali masih dianggap barang tabu dan tak pantas untuk kita diskusikan.  Padahal saban kali kita melihat berita, baik di medsos ataupun televisi, ada saja kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dan anak. Mau sampai kapan kita diam melihat begitu banyak korban kekerasan seksual terjadi? Pelecehan seksualitas bisa dialami siapa saja terlepas dari jenis kelamin, umur, pendidikan, agama, etnis, latar belakang maupun status sosial. Meskipun sampai saat ini korban terbanyak adalah perempuan dan anak. Dalam catatan tahunan 2019, Komnas Perempuan mengungkapkan ada 3.915 kasus pelecehan seksual di ranah publik atau masyarakat. 64% kekerasan terhadap wanita di Ranah Publik atau Komunitas itu adalah Kekerasan Seksual yaitu Pencabulan (1.136), Perkosaan (762) dan Pelecehan Seksual (394). Sementara itu persetubuhan sebanyak 156 kasus. Sayangnya dari banyaknya data pelecehan seksual yang dialami perempuan, sedikit perempuan yang berani melapor k

Beribadah dengan Tidak Membahayakan Jiwa

SESUATU yang berlebih-lebihan dan membahayakan jiwa itu tidak baik. Bahkan jika itu adalah agama. Agama memang baik bagi semua orang, tapi beragama dengan melewati batas-batas dan mengabaikan keselamatan jiwa justru akan merusak sendi-sendi agama itu sendiri. Shalat memang baik. Makan juga. Minum apalagi. Tapi apabila semua itu dilakukan secara berlebihan, tentu akan menjadi tidak baik. Meskipun agama memerintahkan, tetapi apabila pelaksanaannya berlebihan maka sangat mungkin perintah itu malah menimbulkan kerusakan. Ada sebuah hadis yang diriwayatkan Anas r.a.. Dia bercerita bahwa ada tiga orang yang datang menemui istri-istri Nabi untuk menanyakan tentang ibadahnya Nabi. Istri-istri Nabi pun menceritakan bahwa meski sejak kecil sudah dijamin masuk surga, tetapi Rasulullah tetap melaksanakan ibadah dengan berat. Sangat jauh dibanding mereka. Lalu orang pertama pun bertekad akan shalat malam terus menerus. Orang kedua bertekad akan puasa sepanjang tahun tanpa henti.