Langsung ke konten utama

Kenapa Pernikahan Dini Tidak Baik?



Pernikahan dini
Bukan cintanya yang terlarang
Hanya waktu saja belum tepat
Merasakan semua

Begitulah salah satu bait dalam lirik lagu Pernikahan Dini yang dilantunkan oleh Agnes Monica, bukan cinta yang terlarang, tapi waktunya saja yang belum tepat. Karena terlalu dini. 

Dalam hal ini, anak atau remaja yang usianya yang masih belum cukup dewasa tidak seharusnya sudah mengalami hubungan seksual, yang melibatkan organ reproduksi perempuan dan laki-laki.

Pernikahan dini atau usia anak-anak sedang menjadi treding topic dalam kajian-kajian sosial tentang kesehatan reproduksi perempuan. 

Dikutip dari catatan BKKB,yang diberiatakan oleh IDN.Times.com, angka pernikahan anak Indonesia di bawah umur menyentuh lebih dari 20 persen. Faktor-faktor yang menyebakan terjadinya pernikahan dini di antaranya adalah faktor budaya, faktor tradisi, faktor agama, faktor kemisikinan dan faktor pergaulan bebas.

Dua minggu yang lalu tepatnya 10 Maret 2020 saya mengisi kajian di Kopri PMII, dengan tema “Tunda Nikah Dini, Sehatkan Organ Reproduksi”. Diskusinya sangat gayeng,beberapa peserta bukan hanya perempuan, ada juga peserta laki-laki. Salah satu pertanyaan yang muncul adalah: Mengapa kita harus menunda pernikahan? Lalu apa dampaknya jika kita menikah dini?

Dalam aturan undang-undang No 16 tahun 2019,tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyatakan bahwa Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.  

Batas pernikahan yang telah direvisi ini bertujuan salah satunya agar setiap individu, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki kematangan reproduksi dulu sebelum menikah. 

Menurut Marmi, dalam Kesehatan Reproduksi menyebutkan bahwa usia dewasa muda, yaitu usia 18 sampai dengan 40 tahun, sering dihubungkan dengan masa subur, karena pada usia ini kehamilan sehat paling mungkin terjadi.

Lalu bagaimana dampaknya, jika menikah dini menurut Islam? Memang sih ya kadang, cinta itu buta tapi yah tetap harus dipikir dulu.

Dalam Fiqih Perempuan, Husen Muhammad mengatakan, para ahli fiqh membahas secara cermat tentang kawin muda (nikah dini), bahwa sebenarnya mereka memandang kawin muda (nikah dini) atau perkawinan di bawah umur bukanlah sesuatu yang baik (Mustahab). 

Di mana persoalan paling krusial tentang kawin muda (nikah dini) atau kawin di bawah umur dalam pandangan para ahli fiqh, pertama ialah faktor ada tidaknya unsur kemaslahatan atau ada tidaknya kekhawatiran terhadap kemungkinan terjadinya hubungan seksual yang tidak dibenarkan agama.  

Hal ini terkait ada tidaknya kemudharatan, kerusakan, atau keburukan dan kekhawatiran terjerumus pergaulan seksual bebas yang membahayakan atau dilarang agama maka pernikahan tersebut tidak dibenarkan. 

Dampak dari pernikahan dini adalah pendidikan yang terhambat, dapat menimbulkan depresi berat tekanan yang berat dalam rumah tangga dapat menyebabkan depresi, percerain terjadi karena pemikiran yang belum matang, angka kematian ibu meningkat, kondisi rahim yang belum matang.

Minimnya pengetahuan kesehatan reproduksi pada pasangan muda juga dapat menyebabkan penyakit HIV. Masa pubertas yang penuh keingintahuan dan rasa penasaran menjadikan pelaku pernikahan di bawah umur tentu ingin mencoba hal-hal baru. 

Namun, keinginan itu tidak didasari pengetahuan dan komunikasi yang tepat. Akibatnya, dapat menimbulkan penyakit HIV yang muncul karena aktivitas seksual yang dilakukan.

Menunda pernikahan itu bukan sesuatu yang salah dan hanya mengejar karir semata. Meski kadang sering kita mendengar suara-suara sumbang seperti itu. Tapi biarlah,yang lebih penting dari suara sumbang adalah kita baik perempuan dan laki-laki belajar menjadi pribadi yang peduli, mandiri dan kuat untuk generasi yang hebat dan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah warohmah dan maslahat. Wallahu a’lam.[]

Komentar

Terpopuler

Menstrual Taboo dan Budaya Berhijab

DALAM beberapa literatur Yahudi dijelaskan bahwa penggunaan kerudung berawal dari peristiwa “dosa asal” yaitu saat Hawa menggoda Adam untuk memetik buah khuldi, yang membuat mereka terusir dari surga. Akibatnya, dalam kitab Talmud disebutkan, Adam dan Hawa mendapatkan kutukan berupa sepuluh penderitaan. Salah satu kutukan itu terhadap perempuan adalah bahwa dia mengalami menstruasi. Karena itu, perempuan yang sedang menstruasi dianggap sedang dalam masa tabu dan darah menstruasinya dianggap sebagai darah tabu. Franz Steiner dan Evelyn Red, sebagaimana yang dikutip Alifathri Adlin mengatakan kata “tabu” berasal dari rumpun Polynesia. Kata “ ta ” berarti tanda atau simbol dan kata “ pu ” atau “ bu ” adalah keterangan tambahan yang menggambarkan kehebatan. Tabu lalu diartikan sebagai tanda yang sangat kuat. Sering juga disebut dengan “tidak bersih” ( unclean ) meski juga identik dengan kata “suci” ( holy ) dan “pamali” ( forbidden ). Sedangkan menurut Sigmund Freud, orang atau benda

4 Alasan Mengapa Korban Kekerasan Seksual Enggan Melapor

Seksualitas acap kali masih dianggap barang tabu dan tak pantas untuk kita diskusikan.  Padahal saban kali kita melihat berita, baik di medsos ataupun televisi, ada saja kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dan anak. Mau sampai kapan kita diam melihat begitu banyak korban kekerasan seksual terjadi? Pelecehan seksualitas bisa dialami siapa saja terlepas dari jenis kelamin, umur, pendidikan, agama, etnis, latar belakang maupun status sosial. Meskipun sampai saat ini korban terbanyak adalah perempuan dan anak. Dalam catatan tahunan 2019, Komnas Perempuan mengungkapkan ada 3.915 kasus pelecehan seksual di ranah publik atau masyarakat. 64% kekerasan terhadap wanita di Ranah Publik atau Komunitas itu adalah Kekerasan Seksual yaitu Pencabulan (1.136), Perkosaan (762) dan Pelecehan Seksual (394). Sementara itu persetubuhan sebanyak 156 kasus. Sayangnya dari banyaknya data pelecehan seksual yang dialami perempuan, sedikit perempuan yang berani melapor k

Beribadah dengan Tidak Membahayakan Jiwa

SESUATU yang berlebih-lebihan dan membahayakan jiwa itu tidak baik. Bahkan jika itu adalah agama. Agama memang baik bagi semua orang, tapi beragama dengan melewati batas-batas dan mengabaikan keselamatan jiwa justru akan merusak sendi-sendi agama itu sendiri. Shalat memang baik. Makan juga. Minum apalagi. Tapi apabila semua itu dilakukan secara berlebihan, tentu akan menjadi tidak baik. Meskipun agama memerintahkan, tetapi apabila pelaksanaannya berlebihan maka sangat mungkin perintah itu malah menimbulkan kerusakan. Ada sebuah hadis yang diriwayatkan Anas r.a.. Dia bercerita bahwa ada tiga orang yang datang menemui istri-istri Nabi untuk menanyakan tentang ibadahnya Nabi. Istri-istri Nabi pun menceritakan bahwa meski sejak kecil sudah dijamin masuk surga, tetapi Rasulullah tetap melaksanakan ibadah dengan berat. Sangat jauh dibanding mereka. Lalu orang pertama pun bertekad akan shalat malam terus menerus. Orang kedua bertekad akan puasa sepanjang tahun tanpa henti.