Langsung ke konten utama

Islam Menjunjung Tinggi Hak Reproduksi Perempuan


HAK-hak reproduksi perempuan adalah bagian dari hak-hak perempuan, dan hak perempuan adalah bagian dari hak-hak asasi manusia.

Persoalan hak-hak reproduksi perempuan sangatlah penting untuk dibicarakan masyarakat luas. Membicarakan ini berarti membedah persoalan-persoalan kemanusiaan yang masih dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat kita.

Di setiap kesempatan kajian kitab Al-Mar'atu baina Syari’ah Wal Haya, karya Syeikh Dr. Muhammad Habasy Damaskus, yang dikaji KH Husein Muhammad setiap kamis. Selalu menekankan bahwa kesehatan reproduksi itu hal yang sangat penting karena itu adalah hak perempuan dan bagian dari kemanusiaan. 

Kita semua wajib tahu, baik perempuan maupun laki-laki, meski sampai dengan hari ini yang masih terus tertindas dan terpinggirkan adalah perempuan. Oleh karenanya kita harus terus menyuarakan hak-hak Kesehatan reproduksi perempuan.

Namun sayangnya, dalam banyak realitas sosial-kebudayaan selama ini, perempuan belum sepenuhnya mendapatkan perlakukan sebagaimana laki-laki. Kaum perempuan masih disubordinasi dan dipinggirkan.

Beberapa hari lalu ada seorang teman sebut saja Tari (bukan nama sebenarnya) yang datang berkunjung ke rumah dan menceritakan bagaimana dia harus terus bekerja sebagai perias pengantin dan malamnya jualan di pasar malam. Padahal sebenarnya dia sedang sakit nyeri haid di hari pertama bahkan kadang dalam kondisi sakit lainnya. 

Dia pun harus tetap mengerjakan pekerjan domestik. Sudah begitu bertumpuk-tumpuk dia masih mendapatkan stigma bahwa perempuan juga mempunya kewajiban untuk mengerjakan domestik. Meski suami ada namun tidak pernah ikut membantu pekerjaannya sama sekali. Sedih sekali.

Cerita di atas mungkin juga dialami banyak perempuan lainnya di belahan dunia ini. Di mana pada saat yang sama perempuan harus melakukan kerja-kerja ganda untuk menghidupi rumah tangganya. Peristiwa-peristiwa sosial juga memperlihatkan kaum perempuan diperlakukan secara kasar dan dengan kekerasan.

Dalam catatan tahunan Komnas Perempuan 2019, Angka kekerasan terhadap perempuan di ranah personal mencapai 75,4% yang meliputi kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi.

Kekerasan terhadap perempuan terus saja berlangsung hingga hari ini, dengan bentuk yang bermacam-macam: fisik, mental dan sesksual. Keadaan ini pada giliranya dapat menimbulkan akibat-akibat yang parah dan membahayakan fungsi-fungsi reproduksi dan bagi tubuh mereka.

KH. Husein Muhmmad dalam “Islam Agama Ramah Perempuan” mengungkapkan bahwa al-Qur’an dan hadist Nabi Saw sebagai sumber otoritas utama seluruh aktivitas kehidupan kaum muslimin telah membicarakan persoalan perempuaan, termasuk di dalamnya persoalan-persoalan yang berkaitan dengan reproduksi mereka dengan porsi yang cukup luas. 

Hak-hak perempuan diungkapkan banyak ayat dalam sejumlah surat yang tersebar. Bahkan ada beberapa nama surat dalam al-Qur’an seperti surat al-Nisa (perempuan); atau surat yang menyebutkan nama perempuan, Maryam; dan surat yang memberbincangkan persoalan perempuan, seperti surat al-Thalaq.

Kadang kita perlu membaca secara kritis, stuktur sosial-budaya dan tasfir atas teks ayat al-Qur’an. Sebelum Islam, kedudukan perempuan berada di bawah subordinasi laki-laki. Di mana perempuan tidak memilik hak apapun atas dirinya bahkan kewajiban dan tanggung jawab atas risiko-risiko dalam proses reproduksi itupun menjadi bebannya sendiri. 

Mayoritas penafsiran teks-teks otoritatif al-Qur’an dan al-sunnah masih tetap konservatif dengan menyatakan bahwa kaum perempuan memang diciptakan Tuhan dalam posisi di bawah laki-laki, sebagaimana secara jelas diungkapkan oleh al-Qur’an surat al-Nisa, ayat 34.

Seringkalinya legitimati teks atas superioritas laki-laki ini kemudian membawa implikasi-implikasi lebih lanjut pada posisi perempuan dalam urusan tubuh berikut hak-hak reproduksinya. 

Hak-hak reproduksi itu mencakup 12 hak, yakni: 

1. Hak untuk hidup; 
2. Hak atas kemerdekaan dan keamanan;
3. Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi;
4. Hak-hak atas kerahasiaan pribadi;
5. Hak atas kebebasan berpikir;
6. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan;
7. Hak untuk menikah atau tidak menikah serta membentuk dan merencanakan keluarga;
8. Hak untuk memutuskan mempunyai anak atau tidak dan kapan mempunyai anak;
9. Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan;
10. Hak untuk mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan;
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik; dan
12.Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk.

Penting adanya untuk kita kita ketahui bahwa agama islam sesuai dengan namanya, memberikan perhatian yang sangat serius terhadap masalah kesehatan dalam artian yang lebih luas. 

Bahkan, dapat dikatakan bahwa seluruh ajaran Islam diarahkan dalam rangka mewujudkan kehidupan manusia, baik laki-laki maupun perempuan secara personal sosial, yang sehat jasmani dan rohani. Sebab, kesehatan jasmani dan rohani menjadi syarat bagi tercapainya suatu kehidupan yang sejahtera di dunia dan kebahagian di akhirat,amin. Wallahu a'lam.[]

Komentar

Terpopuler

Menstrual Taboo dan Budaya Berhijab

DALAM beberapa literatur Yahudi dijelaskan bahwa penggunaan kerudung berawal dari peristiwa “dosa asal” yaitu saat Hawa menggoda Adam untuk memetik buah khuldi, yang membuat mereka terusir dari surga. Akibatnya, dalam kitab Talmud disebutkan, Adam dan Hawa mendapatkan kutukan berupa sepuluh penderitaan. Salah satu kutukan itu terhadap perempuan adalah bahwa dia mengalami menstruasi. Karena itu, perempuan yang sedang menstruasi dianggap sedang dalam masa tabu dan darah menstruasinya dianggap sebagai darah tabu. Franz Steiner dan Evelyn Red, sebagaimana yang dikutip Alifathri Adlin mengatakan kata “tabu” berasal dari rumpun Polynesia. Kata “ ta ” berarti tanda atau simbol dan kata “ pu ” atau “ bu ” adalah keterangan tambahan yang menggambarkan kehebatan. Tabu lalu diartikan sebagai tanda yang sangat kuat. Sering juga disebut dengan “tidak bersih” ( unclean ) meski juga identik dengan kata “suci” ( holy ) dan “pamali” ( forbidden ). Sedangkan menurut Sigmund Freud, orang atau benda

4 Alasan Mengapa Korban Kekerasan Seksual Enggan Melapor

Seksualitas acap kali masih dianggap barang tabu dan tak pantas untuk kita diskusikan.  Padahal saban kali kita melihat berita, baik di medsos ataupun televisi, ada saja kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dan anak. Mau sampai kapan kita diam melihat begitu banyak korban kekerasan seksual terjadi? Pelecehan seksualitas bisa dialami siapa saja terlepas dari jenis kelamin, umur, pendidikan, agama, etnis, latar belakang maupun status sosial. Meskipun sampai saat ini korban terbanyak adalah perempuan dan anak. Dalam catatan tahunan 2019, Komnas Perempuan mengungkapkan ada 3.915 kasus pelecehan seksual di ranah publik atau masyarakat. 64% kekerasan terhadap wanita di Ranah Publik atau Komunitas itu adalah Kekerasan Seksual yaitu Pencabulan (1.136), Perkosaan (762) dan Pelecehan Seksual (394). Sementara itu persetubuhan sebanyak 156 kasus. Sayangnya dari banyaknya data pelecehan seksual yang dialami perempuan, sedikit perempuan yang berani melapor k

Beribadah dengan Tidak Membahayakan Jiwa

SESUATU yang berlebih-lebihan dan membahayakan jiwa itu tidak baik. Bahkan jika itu adalah agama. Agama memang baik bagi semua orang, tapi beragama dengan melewati batas-batas dan mengabaikan keselamatan jiwa justru akan merusak sendi-sendi agama itu sendiri. Shalat memang baik. Makan juga. Minum apalagi. Tapi apabila semua itu dilakukan secara berlebihan, tentu akan menjadi tidak baik. Meskipun agama memerintahkan, tetapi apabila pelaksanaannya berlebihan maka sangat mungkin perintah itu malah menimbulkan kerusakan. Ada sebuah hadis yang diriwayatkan Anas r.a.. Dia bercerita bahwa ada tiga orang yang datang menemui istri-istri Nabi untuk menanyakan tentang ibadahnya Nabi. Istri-istri Nabi pun menceritakan bahwa meski sejak kecil sudah dijamin masuk surga, tetapi Rasulullah tetap melaksanakan ibadah dengan berat. Sangat jauh dibanding mereka. Lalu orang pertama pun bertekad akan shalat malam terus menerus. Orang kedua bertekad akan puasa sepanjang tahun tanpa henti.