Langsung ke konten utama

Budaya dan Agama Kasih di Tengah Pandemi


SEBULAN lebih pandemi merebak di Tanah Air. Pemerintah telah memberlakukan aturan mengenai pentingnya physical distancing dan social distancing yang membuat seluruh aktivitas masyarakat dilakukan di rumah.

Pemerintah juga telah menyatakan bahwa pandemi ini adalah bencana nasional. Kita sebagai warga alangkah bijaknya mengikuti imbauan tersebut sebagai bentuk perjuangan bersama-sama melawan penyebaran virus corona atau Covid-19.

Pandemi menimbulkan dampak buruk, terutama bagi masyarakat kecil. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana, banyak orang kehilangn pekerjaan. Salah seorang teman saya, dua minggu lalu mengalami PHK. Sedih mendengarkan curhatan dia. Bagaimana beratnya hidup keluarganya saat dalam kondisi krisis seperti ini, suaminya juga harus kehilangan pekerjaan. Saya hanya berucap sabar kepadanya. Semoga ada jalan keluar terbaik. Akhirnya temanku itu memutuskan berjualan secara online, dari mulai jualan baju hingga makanan.

Situasi ini menimbulkan banyak keprihatin. Dari hari ke hari, jumlah kasus positif terus meningkat. Kepanikan dan silang pendapat menyeruak di dunia maya dan kehidupan sehari-hari, kadang polemiknya merembet ke luar konteks penanganan virus, bahkan menjadi komoditas politik.

Mari kita hilangkan pertikaian, politisasi dan nyinyir seperti saat kontastasi politik. Perang melawan virus corona adalah arena perjuangan kemanusiaan, bukan arena politik ataupun aji mumpung untuk mengeruk keuntungan materil. Tidak sepantasnya kita memanfaatkan situasi di tengah pandemi seperti ini untuk kepentingan pribadi. 

Budaya kita selalu mengajarkan setiap hari untuk saling menolong, saling membantu, gotong royong, peduli terhadap sesama, apalagi saat musibah begini. Sudah sepantasnya kita berempati dan peduli.

Keprihatian terhadap warga yang terdampak pandemi ini menggerakan banyak orang baik personal maupun organisasi di Cirebon untuk berbuat. Seperti Fatayat Peduli Corona (Fadilna), GusDurian dengan menggandeng komunitas lintas iman dan elemen masyarakat lainnya yang dinamakan dengan gerakan Cirebon untuk Kemanusian.

Budaya saling menolong di tengah pandemi sangatlah penting. Inipun sejalan dengan nilai-nilai ajaran agama Islam yang rahman dan rahim. Bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin (rahmat untuk semesta). Selain kita mendapat berkah Ramadhan sebagai satu ibadah personal, sikap menolong dan peduli juga bagian dari ibadah sosial juga.

“Ibadah personal merupakan cara manusia mendekatkan diri kepada Tuhan, membersihkan hati dan membebaskan diri dari ketergantungan kepada selain Dia, tetapi pada saat yang sama ia menuntut manusia untuk melakukan tangung jawab sosial dan kemanusiaan”. Demikian dikatakan Kiai Husein Muhammad.

Kepedulian atau ketidakpedulian kita pada makhluk Allah SWT di atas muka bumi ini, berdampak pada kasih sayang Allah atau murka Allah. Kerahmatan kita padanya menghadirkan kasih sayang-Nya. Sebaliknya, ketidakpedulian kita padanya menghadirkan murkan-Nya. 

Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin al-Zubair al-Humaid dan Muhammad bin Ahmad al-Dzahabi yang artinya “para penyayang akan disayangi Allah. Sayangilah penduduk bumi, maka kalian akan disayangi penduduk langit."

Mari jadikan musibah corona ini sebagai momentum untuk memperkuat solidaritas antar sesama. Mari saling peduli, saling bantu, dan saling menolong, dengan semangat penuh kasih sayang untuk merawat kehidupan dan kemanusiaan. Wallahu a'lam.[]

Komentar

Terpopuler

Menstrual Taboo dan Budaya Berhijab

DALAM beberapa literatur Yahudi dijelaskan bahwa penggunaan kerudung berawal dari peristiwa “dosa asal” yaitu saat Hawa menggoda Adam untuk memetik buah khuldi, yang membuat mereka terusir dari surga. Akibatnya, dalam kitab Talmud disebutkan, Adam dan Hawa mendapatkan kutukan berupa sepuluh penderitaan. Salah satu kutukan itu terhadap perempuan adalah bahwa dia mengalami menstruasi. Karena itu, perempuan yang sedang menstruasi dianggap sedang dalam masa tabu dan darah menstruasinya dianggap sebagai darah tabu. Franz Steiner dan Evelyn Red, sebagaimana yang dikutip Alifathri Adlin mengatakan kata “tabu” berasal dari rumpun Polynesia. Kata “ ta ” berarti tanda atau simbol dan kata “ pu ” atau “ bu ” adalah keterangan tambahan yang menggambarkan kehebatan. Tabu lalu diartikan sebagai tanda yang sangat kuat. Sering juga disebut dengan “tidak bersih” ( unclean ) meski juga identik dengan kata “suci” ( holy ) dan “pamali” ( forbidden ). Sedangkan menurut Sigmund Freud, orang atau benda

4 Alasan Mengapa Korban Kekerasan Seksual Enggan Melapor

Seksualitas acap kali masih dianggap barang tabu dan tak pantas untuk kita diskusikan.  Padahal saban kali kita melihat berita, baik di medsos ataupun televisi, ada saja kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dan anak. Mau sampai kapan kita diam melihat begitu banyak korban kekerasan seksual terjadi? Pelecehan seksualitas bisa dialami siapa saja terlepas dari jenis kelamin, umur, pendidikan, agama, etnis, latar belakang maupun status sosial. Meskipun sampai saat ini korban terbanyak adalah perempuan dan anak. Dalam catatan tahunan 2019, Komnas Perempuan mengungkapkan ada 3.915 kasus pelecehan seksual di ranah publik atau masyarakat. 64% kekerasan terhadap wanita di Ranah Publik atau Komunitas itu adalah Kekerasan Seksual yaitu Pencabulan (1.136), Perkosaan (762) dan Pelecehan Seksual (394). Sementara itu persetubuhan sebanyak 156 kasus. Sayangnya dari banyaknya data pelecehan seksual yang dialami perempuan, sedikit perempuan yang berani melapor k

Beribadah dengan Tidak Membahayakan Jiwa

SESUATU yang berlebih-lebihan dan membahayakan jiwa itu tidak baik. Bahkan jika itu adalah agama. Agama memang baik bagi semua orang, tapi beragama dengan melewati batas-batas dan mengabaikan keselamatan jiwa justru akan merusak sendi-sendi agama itu sendiri. Shalat memang baik. Makan juga. Minum apalagi. Tapi apabila semua itu dilakukan secara berlebihan, tentu akan menjadi tidak baik. Meskipun agama memerintahkan, tetapi apabila pelaksanaannya berlebihan maka sangat mungkin perintah itu malah menimbulkan kerusakan. Ada sebuah hadis yang diriwayatkan Anas r.a.. Dia bercerita bahwa ada tiga orang yang datang menemui istri-istri Nabi untuk menanyakan tentang ibadahnya Nabi. Istri-istri Nabi pun menceritakan bahwa meski sejak kecil sudah dijamin masuk surga, tetapi Rasulullah tetap melaksanakan ibadah dengan berat. Sangat jauh dibanding mereka. Lalu orang pertama pun bertekad akan shalat malam terus menerus. Orang kedua bertekad akan puasa sepanjang tahun tanpa henti.